23 Februari 2014

SUAMI IKUT KB, SIAPA TAKUT!

Oleh Drs. Mohamad Awaludin
Peran Suami
Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlidungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas (Pasal 1 butir ke-8 Undang-Undang No.52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga). Kata kunci “mengatur kelahiran anak” tidaklah mutlak kewajiban seorang ibu/istri, walaupun kodrat alami seorang istri untuk hamil, melahirkan, menyusui dan merawat anak, peran suami juga mutlak diperlukan. 
Badan Kependudukan Perserikatan Bangsa Bangsa atau UNFPA mengatur peran pria dalam kesehatan reproduksi, yaitu:
1) mendukung dan merawat istri hamil dengan cara mengetahui tanda-tanda persalinan dan mendampingi istri saat bersalin dan pasca persalinan,
2) merawat bayi dengan cara meyakinkan layanan kesehatan, pemenuhan kebutuhan gizi dan tumbuh kembang anak secara optimal,
3) mendidik anak perempuan dengan cara mendorong keterlibatan anak perempuan dalam pengambilan keputusan keluarga,
4) berbagi peran sebagai orang tua dengan cara meyakinkan kesehatan reproduksi keluarga, merencanakan keluarga dan partisipasi dalam ber KB untuk menentukan jumlah, jarak dan waktu kehamilan serta tempat persalinan.
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 lebih tegas lagi mengatur peran pria dalam ber-KB disebutkan dalam Pasal 25 Ayat 1 : Suami dan/atau istri mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam melaksanakan keluarga berencana, dan Ayat 2 : Dalam menentukan cara berkeluarga berencana sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) Pemerintah wajib menyediakan bantuan pelayanan kontrasepsi bagi suami dan istri.
Jelas sudah bahwa peran pria/suami dalam ber KB telah diatur baik secara nasional maupun internasional. Peran suami dalam ber KB bisa dilaksanakan dengan “partisipasi tidak langsung” yaitu upaya menghilangkan pola pikir patriarkhis sehingga menempatkan peran istri sejajar dengan peran suami untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Peran suami dalam ber-KB bisa dilaksanakan dengan “partisipasi langsung” yaitu menggunakan salah satu alat kontrasepsi pria berupa Kondom atau Vasektomi/MOP.

Kontrasepsi Suami  
Rendahnya partisipasi suami terutama dalam penggunaan kontrasepsi salah satu sebab dipicu oleh ketakutan istri terhadap isu negatif/rumor penurunan gairah hubungan intim dengan suami dan pilihan kontrasepsi hanya terbatas pada kontrasepsi kondom atau vasektomi/MOP, karena itu perlu dikembangkan kontrasepsi hormonal pria layaknya suntik, implan atau pil KB testoteron. Hasil SDKI tahun 2007 menunjukkan bahwa 57,4% PUS sedang menggunakan alat/obat kontrasepsi modern, namun hanya 1,5% saja yang menggunakan metode kontrasepsi pria (kondom dan vasektomi/MOP). Kondom sebagai salah satu alat kontrasepsi pria sebenarnya sudah dikenal sejak abad ke-19 Masehi.
Goodyear dan Hancock (Inggris) pada tahun 1844 mulai mengembangkan pembuatan Kondom dari bahan karet elastik yang kuat. Kelebihan kondom sangat efektif sebagai alat kontrasepsi pria bila dipakai dengan benar, dapat meningkatkan gairah hubungan intim suami-istri karena ada jenis Kondom bergerigi, alur dan berbagai aroma.
Vasektomi/MOP (Medis Operasi Pria) adalah tindakan operasi kecil dengan cara pemotongan, pengikatan, penyumbatan kedua vas deferens (saluran sel sperma) pria sehingga terjadi azoospermi (cairan sperma tidak mengandung sel sperma). Vasektomi modern yang lebih dikenal dengan istilah vasektomi tanpa pisau/VTP sudah disempurnakan oleh Li Sungiang (China) dan Mark Golstein (Amerika Serikat) pada tahun 1985 diperkenalkan di banyak negara termasuk di Indonesia oleh dokter Widjoseno Gardjito, dokter Djoko Rahardjo, dokter Radi Yuwana dan dokter Sungsang Rochadi di berbagai klinik KB pemerintah dan swasta. Vasektomi tidak dapat dilakukan apabila pasangan suami-istri masih menginginkan anak, atau suami menderita penyakit kelainan tertentu. Vasektomi mempunyai ciri khusus dibandingkan dengan kontrasepsi lainnya yakni mempunyai sifat permanen, oleh karena itu, dibutuhkan konseling mantap sebagai berikut:
1. Pra tindakan: tidur dan istirahat yang cukup; mandi dan bersihkanlah sekitar alat vital pria; pakailah celana dalam yang bersih; makan dahulu sebelum ke tempat pelayanan/klinik; bawalah surat persetujuan (informed concent) dari istri yang telah ditanda tangani; datanglah ke klinik KB dengan teman pengantar, hubungi petugas kesehatan klinik, tunggulah hingga tiba giliran untuk dilayani.
2. pasca tindakan: istirahatlah 1-2 hari; jagalah bekas luka operasi jangan sampai terkena air atau kotoran; pakailah celana dalam yang bersih; makanlah obat yang diberikan sesuai dengan anjuran; kembalilah memeriksakan diri ke klinik setelah 1 minggu; selama 1 minggu setelah operasi dilarang melakukan pekerjaan berat seperti memikul, mencangkul, memanjat pohon atau naik sepeda; dianjurkan bila melakukan hubungan intim suami-istri bekas luka operasi sembuh lebih dahulu dan memakai kondom sampai 15 kali. Tunggu apalagi segera ambil keputusan: Suami ikut KB, siapa takut!  


Referensi :
Bambang Agus Suryono. 2007. Meningkatkan Partisipasi Pria dalam Program KB melalui Vasektomi dan Pemakai Kondom. Semarang. Warta KB.
Djoko Rahardjo. 1996. Pedoman Pelayanan Vasektomi Tanpa Pisau. Jakarta.PKMI.
Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.Jakarta.Sekretariat Negara.
UNFPA. 2007. Peran Suami dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta. Leaflet.
Wahyu Setyaningsih. 2010. Peran dari Kontasepsi Pria dalam Kesehatan Reproduksi Pria. Semarang. Warta KB.

0 komentar:

Posting Komentar

Kami mengajak pembaca untuk berkomentar di artikel ini. Berkomentarlah secara bijak.

Klik Like! : Apakah anda tertarik dengan blog ini?