23 Februari 2014

Saatnya Naik Kelas dengan Intensifikasi Program KB

Sudut pandang Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Brebes
Oleh: M. AMRULLOH, ST. (PKB Kecamatan Bumiayu)

IPM (Indeks Pembangunan Manusia) atau dalam istilah internasional sebagai  Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Indeks ini pada 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel India Amartya Sen dan seorang ekonom Pakistan Mahbub ul Haq, serta dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics. Sejak itu indeks ini dipakai oleh Program pembangunan PBB pada laporan IPM tahunannya.
Meskipun awalnya objek IPM adalah negara, namun dengan metodologi yang sama dapat pula ditentukan IPM bagi wilayah-wilayah yang lebih kecil hingga tingkat desa. Lalu bagaimana IPM Kabupaten Brebes (kita)?


Berdasarkan data BPS bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, nilai IPM Kabupaten Brebes dari tahun 2004 hingga 2010 berturut-turut adalah 63.4, 64.3, 65.9, 66.57, 67.08, 67.69, dan 68.2. Ya, semakin mengalami kenaikan. Tapi tunggu dulu. Lalu bagaimana dalam perbandingannya dengan Kabupaten/Kota lain di Jawa Tengah? Di 2004, Brebes menempati peringkat 35 dari 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, dan ‘prestasi’ ini bertahan untuk 6 tahun berikutnya hingga 2010.
Wow, bayangan saya, andai Brebes adalah seorang murid sekolah, pastilah ia murid yang akan paling lama menghuni pada sebuah kelas yang sama.

VICIOUS CIRCLE OF POVERTY
IPM mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia:
  • hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran
  • Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa (bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar , menengah , atas gross enrollment ratio (bobot satu per tiga).
  • standard kehidupan yang layak diukur dengan logaritma natural dari produk domestik bruto per kapita dalam paritasi daya beli.
Ada 3 (tiga) kata kunci yang sama-sama bisa kita lihat dari ketiga parameter di atas: kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Ketiga-nya bukanlah kata yang berdiri sendiri dan tak memiliki keterkaitan, sebaliknya mereka adalah ‘saudara yang sangat hangat’. Koncoro (1996) dalam teori vicious circle of poverty (lingkaran setan kemiskinan) bahwa kemiskinan adalah sebagai akibat dari adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar dan kurangnya modal yang akan menyebabkan rendahnya produktivitas, rendahnya produktivitas akan menyebabkan rendahnya pendapatan, rendahnya pendapatan maka rendah pula tabungan/investasi, dan karena tidak ada investasi/tabungan maka akhirnya bermuara lagi kepada keterbelakangan dan seterusnya.
Keterbelakangan, dalam teori di atas, tentunya merujuk pada kualitas SDM. Sedangkan kualitas SDM sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Rendahnya produktivitas, beberapa ekonom menganggap bahwa kesehatan merupakan fenomena ekonomi, baik jika dinilai dari stok maupun sebagai investasi. Sehingga fenomena kesehatan menjadi variabel yang nantinya dapat dianggap sebagai faktor produksi untuk meningkatkan nilai tambah barang dan jasa. Rendahnya pendapatan, sangat jelas ini adalah ruh bagi kehidupan dapur seseorang, inilah yang kita sebut sebagai tingkat ekonomi.
Maka menjadi masuk di akal kita ketika kesehatan, pendidikan, dan ekonomi dikatakan sebagai lingkaran setan yang disinyalir merupakan tersangka utama penyebab kemiskinan. Lalu dalam korelasinya dengan rendahnya IPM kita, dapat kita logikakan bahwa tingkat kesehatan, pendidikan, dan ekonomi kita masih lebih rendah jika dibandingkan Kabupaten/Kota saudara kita satu propinsi, dalam kurung, lebih miskin.

SAATNYA NAIK KELAS!
Kelaziman pembangunan di Indonesia, termasuk di Kabupaten Brebes, senantiasa menjadikan pengentasan kemiskinan sebagai isu strategis yang kemudian melahirkan program-program peningkatan kesejahteraan masyarakat. Diakui atau tidak, bahwa program pengentasan kemiskinan sampai saat ini belum menunjukan hasil yang menggembirakan, kalau tidak ingin disebut gagal. Hal ini dikarenakan pengentasan kemiskinan hanya menggunakan pendekatan ekonomi yang bersifat materialistik dan jangka pendek. Dalam kajian Kompas bahwa penyebab kegagalan proses pengentasan kemiskinan itu didasari oleh dua faktor utama yaitu;
1.       Penanggulangan kemiskinan cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial seperti jaring pengaman social, beras untuk rakyat miskin, dll. Padahal seharusnya diorientasikan pada upaya menumbuhkan budaya ekonomi produktif
2.       Kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan, sehingga program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan yang penyebabnya berbeda-beda secara lokal
Maka Program KB hadir untuk mendampingi program yang telah berjalan di atas sebagai sebuah strategi pengentasan kemiskinan dengan menggunakan pendekatan kependudukan, meskipun hasilnya baru akan dirasakan dalam jangka panjang. Dengan kata lain, Program KB menitik beratkan pengentasan kemiskinan pada sumber kemiskinan itu sendiri, yaitu sumber daya manusia-nya. Dengan meningkatnya SDM maka secara serial akan meningkat pula kesejahteraan masyarakat itu, dan seterusnya bersiklus.
Ide sederhananya seperti ini : Salah satu program (dari banyak program) keluarga berencana adalah pengaturan jumlah anak. Jumlah anak direncanakan sesuai tingkat kesanggupan sebuah keluarga dengan mempertimbangkan aspek sosio-ekonomi. Dengan jumlah anak yang ‘dibawah kendali’ maka variable-variabel pendidikan dan kesehatan akan dapat diakses dengan lebih mudah, tentu saja ini berimplikasi pada meningkatnya produktifitas sebuah keluarga yang pada tepiannya derajat kesejahteraan akan terjaga di level aman.
Itu hanya dari satu sisi manuver program, sedangkan Program KB memilik banyak grand-strategy lain yang tak kalah dahsyat dalam tujuan peningkatan kualitas SDM, antara lain program pendewasaan usia kawin, pembinaan ketahanan keluarga, dan peningkatan kesejahteraan.
Sebenarnya oleh para ahli, hal ini sudah disadari dan diyakini akan berhasil dengan catatan Program KB berlari dengan kelajuan yang konsisten dari mulai peluncurannya di 1970-an, hingga saat ini dan seterusnya.
Permasalahan muncul ketika di 1999 terbit Undang-Undang nomor 22, yang kemudian diamandemen di tahun 2004 melalui Undang-Undang nomor 32 Tentang Pemerintahan Daerah yang menyerahkan sebagian kewenangan (termasuk Program KB), dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Maka saat itu kelajuan lari program KB mulai terganggu. Bagaimana tidak, Program KB akan berjalan (atau tidak) menjadi tergantung pada tingkat kemampuan dan kemauan sebuah daerah, belum lagi kepentingan sosial-politik sering kali ikut andil didalamnya. Meskipun, kita juga tak bisa mengabaikan permasalahan-permasalahan lainnya seperti isu HAM dan eskalasi suhu politik di akhir 90-an.
Pada akhirnya, jika kita ingin naik kelas tahun depan, maka tidak bisa tidak, Program KB dengan segala infrastrukturnya harus segera di intensifikasi. Kita harapkan, pemimpin kita dengan kearifannya akan menyejajarkan Program KB dengan program-program pembangunan prioritas lainnya. Ketika itu terjadi, pada saat yang bersamaan, pengelola program KB Kabupaten Brebes juga harus terus menjaga dan meningkatkan spirit, serta menyamakan irama dalam menggelorakan kembali Program KB, berbekal niat tulus mewujudkan Kabupaten Brebes yang lebih sejahtera.
AYO IKUT KB, DUA ANAK CUKUP!

Reff. :  
1.   Wikipedia
2.   Ahmad, Lipi. 2011. Kesejahteraan, Kemiskinan dan Program KB Di Jawa Barat. BKKBN. Jawa Barat.
3.   Maryani, Tri. 2010. Analisis Indeks Pembangunan Manusia Di Provinsi Jawa Tengah. Makalah. Yogyakarta.
4.   Rusyono, D. 2011. KB DAN PENGENTASAN KEMISKINAN (Signifikansi Program KB dengan Tingkat Kemiskinan). Karya Tulis Program KB. Kuningan.
5.   dan berbagai sumber.
 

0 komentar:

Posting Komentar

Kami mengajak pembaca untuk berkomentar di artikel ini. Berkomentarlah secara bijak.

Klik Like! : Apakah anda tertarik dengan blog ini?