15 September 2010

Sweet Seventeen HARGANAS

Antara Harapan dan Kenyataan
Oleh: Drs. Mohamad Awaludin (Penyuluh KB Kec Salem)
Puncak acara peringatan Harganas ke-17 telah kita rayakan bersama. Lalu apa yang keluarga harapkan dari sekedar acara seremonial? 

Kilas Balik Harganas
Dipilihnya tanggal 29 Juni sebagai Hari Keluarga Nasional (Harganas) diilhami peristiwa dikosongkannya secara resmi Kota Yogyakarta (waktu itu ibu kota RI) oleh penjajah Belanda  pada tanggal 29 Juni 1949. Pada saat itu Letkol Soeharto melaporkan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX bahwa para pejuang kemerdekaan RI siap masuk ke kota Yogyakarta. Tanggal itu merupakan kembalinya para pejuang dan prajurit berkumpul dengan keluarganya, sehingga pantas disebut sebagai “Hari Keluarga Nasional”. 
Penetapan dan pencanangan tanggal 29 Juni sebagai Hari Keluarga Nasional oleh Presiden Soeharto dilakukan ketika acara puncak peringatan PERTASI KENCANA pada 29 Juni 1993 di Bandar Lampung. Maka, tahun 2010 ini peringatan Harganas menginjakkan usia ke 17 tahun. Ibarat umur seorang anak manusia, 17 tahun adalah fase golden age. Umur emas yang penuh dengan harapan dan cita-cita. Harapan dan cita-cita  seluruh keluarga Indonesia. 
Akan tetapi, apakah selama ini harapan dan cita-cita seluruh keluarga telah terwujud? Terutama, sejak tahun 1997 krisis multi dimensi yang bermuara pada krisis moral menjadi bagian hidup keluarga-keluarga Indonesia. Oleh karena itu, peringatan Harganas XVII mengambil tema “Menyiapkan Keluarga Tangguh Menghadapi Tantangan dan Masalah”. Wujud keluarga tangguh adalah keluarga yang dapat mengembangkan 8 fungsi keluarga, yaitu fungsi agama, fungsi cinta kasih, fungsi sosial budaya, fungsi ekonomi, fungsi pendidikan, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi, dan fungsi pelestarian lingkungan (Sugiri Syarief dalam tulisan Harmoni Keluarga Harmoni Bangsa, Tabloid Nova edisi 1169/XIII/ 19-25 Juli 2010, hal 37).

Tiga Dimensi Keluarga
Dra Sri Murtiningsih, MS., Kepala BKKBN Provinsi Jawa Tengah menyatakan, pembangunan nasional yang dilakukan dewasa ini ingin membangun manusia seutuhnya. Ini sering diistilahkan  human centered development, yakni pembangunan yang berorientasi pada manusia atau keluarga. Di tingkat internasional, model pembangunan ini diukur melalui indeks pembangunan manusia (human development index), dilihat dari sisi pendidikan, kesehatan, dan pendapatan. Di bidang ini, posisi Indonesia masih sangat rendah di antara 177 negara di dunia, sehingga, Indonesia memerlukan penanganan seksama dan berkelanjutan (Suara Merdeka, 29 Juni 2010).
Human Development Index / HDI tidak sekedar mengukur basic needs, tetapi juga mengukur social needs dan actualization needs. Dengan demikian, secara umum keluarga di Indonesia dikelompokkan menjadi 3 dimensi, yaitu:
Pertama, keluarga yang mampu memenuhi basic needs, seperti pangan, sandang, papan, dan kesehatan.
Kedua, keluarga yang mampu memenuhi basic needs dan social needs. Contoh dari kategori social needs adalah kebutuhan untuk memperoleh peluang kerja, memperoleh perlindungan hukum dan keamanan.
Kelompok keluarga yang ketiga adalah bila ketiga kategori needs di atas telah mampu dipenuhi oleh keluarga itu. Artinya, tidak hanya basic needs dan social needs, keluarga juga mampu memenuhi actualization needs. Contoh dari kategori actualization needs adalah kebutuhan memperoleh pengetahuan berimbang, mengembangkan bakat dan kreatifitas. Oleh karenanya, guna menciptakan keluarga “dimensi ketiga” ini diperlukan adanya program pembangunan berbasic keluarga, dengan mempertimbangkan aspek keadilan dan menghormati martabat keluarga (Haryono Suyono, 2003).

Harapan Keluarga
Undang-Undang No 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Pasal 47 ayat 1 menyebutkan, “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.” Ditegaskan lagi dalam Pasal 47 ayat 2, “Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk mendukung keluarga agar dapat melaksanakan fungsi keluarga secara optimal.” Inilah sebuah harapan baru pembangunan keluarga, karena Undang-Undang No 52 Tahun 2009 adalah “maha karya” putra-putri terbaik bangsa yaitu para anggota DPR yang terhormat. Dengan niat baik, tulus dan ikhlas ingin membangun keluarga berkualitas. Tentunya, sudah menjadi kewajiban seluruh elemen masyarakat untuk mengimplementasikan UU No 52 Th 2009 sampai ke tingkat lini lapangan, agar undang-undang ini tidak sekedar menjadi “macan kertas”.

Dirgahayu HARGANAS XVII.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

kangen keluarga

Redaksi Genta Genre mengatakan...

kalau kangen ya pulang dong pak Awal :)

Posting Komentar

Kami mengajak pembaca untuk berkomentar di artikel ini. Berkomentarlah secara bijak.

Klik Like! : Apakah anda tertarik dengan blog ini?