15 November 2010

Kenapa Bencana Akrab Dengan Bangsa Kita?

Oleh : Drs. Sapi’i (PKB Kecamatan Bantarkawung)
 Indonesia kembali berduka. Belum selesai kita berbenah akibat bencana banjir bandang yang menerjang Wasior Papua Barat, bencana lainnya kembali datang. Kepulauan Mentawai yang selama ini damai, luluh lantak dihantam gempa dan hempasan gelombang tsunami. Ratusan jiwa meninggal dunia, puluhan anak mendadak menjadi yatim piatu, bangunan pun banyak yang rata dengan tanah. Merapi, salah satu gunung berapi teraktif di dunia tidak mau ketinggalan menebar teror. Dengan kekuatan letusan yang berbeda dengan letusan-letusan sebelumnya, Merapi membuat puluhan bahkan ratusan orang meregang nyawa diterpa awan panas atau yang lebih dikenal dengan istilah wedhus gembel, termasuk sang juru kunci Mbah Maridjan. Kering sudah rasanya air mata ini, hancur luluh rasanya hati ini, tersayat rasanya batin ini menyaksikan tayangan di berbagai media yang begitu memilukan. Tidak ada kata-kata lain yang pantas kita ucapkan selain “Subhanalloh.... Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Roji’un”.
Kejadian dan musibah yang datang silih berganti tersebut bagi sebagian orang mungkin hanya sebuah fenomena alam biasa sebagai dampak pemanasan global. Bagi sebagian lainnya musibah yang banyak terjadi merupakan akibat kesalahan manusia yang tidak bisa bersinergi dengan alam sekitar. Sebagian lagi mungkin ada yang berfikir bahwa di balik musibah ini ada kekuatan maha dahsyat yang kita tidak tahu penyebabnya, yang sedang menampakkan kekuatannya. Melihat semua yang terjadi, muncul pertanyaan dalam alam fikiran kita; Kenapa itu semua terjadi di negeri yang kita cintai ini? Bagaimana pula harus mengatasinya?

Manusiakah Penyebabnya...?
Sebagai bangsa yang berTuhan dan beragama tentu kita semua berpikir bahwa semua kejadian ini merupakan kehendakNYA. Yang kemudian pantas kita renungkan adalah apa yang salah pada manusia sehingga Allah SWT menimpakan ini semua pada kita? Sejenak kita berpikir apakah ini cobaan dan ujian pada bangsa kita agar bangsa ini semakin dewasa dan tahu diri? Atau inikah yang disebut dengan azab pada bangsa kita yang selama ini lalai? Jawabannya tentu ada pada diri kita sebab nurani kita tidak mungkin berbohong, hati kecil kita selalu mengatakan hal yang benar.
Dalam Al-Qur’an Surat Ar- Rum Ayat 41, Alloh SWT berfirman “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia supaya Alloh merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali  (kejalan yang benar)”. Dengan mendasarkan pada ayat tersebut, maka penulis mencoba menganalisis penyebab terjadinya rentetan bencana yang melanda bangsa kita, yakni :

1.                     Sikap arogan manusia dalam mengeksploitasi alam yang begitu indah dan serasi ini secara berlebihan, sehingga hilangnya keseimbangan yang selama ini terjaga. Akal sehat kita pasti akan mengatakan bagaimana tidak terjadi banjir bandang kalau hutan yang menjadi penjaganya habis ditebang? Bagaimana tidak terjadi tanah longsor kalau pohon-pohon yang menjadi bentengnya musnah?  Bagaimana tidak terendam banjir kalau tempat yang seharusnya menjadi tempat mengalirnya air ditempati oleh manusia?
2.                    Perilaku manusia yang dalam banyak hal sering membawa manusia ke arah kerusakan dan datangnya bencana, yang diantaranya terwujud dalam :
a.       Hilangnya rasa syukur pada diri manusia.
Dalam Al-Qur’an Surat Ibrohim Ayat 7, Alloh SWT secara tegas menyatakan, “Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memaklumkan,  sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambahkan  (nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih“. Kenyataan yang ada, manusia banyak sekali yang tidak mau mensyukuri nikmat yang telah diterimanya. Alloh SWT menyediakan semua yang dibutuhkan manusia di alam raya ini dan Alloh memberikan akal pikiran pada manusia untuk mengolahnya, tapi manusia dengan sifat rakusnya mengambil dengan sangat berlebihan termasuk yang bukan haknya. Alloh memberikan begitu banyak kemudahan dan kemewahan, tapi betapa banyak yang tenggelam dengan kemudahan dan kemewahan itu tanpa pernah berpikir bahwa manusia punya kewajiban hakiki untuk mengabdi pada-Nya. Alloh memberikan segala kekuatan pada manusia, tapi betapa banyak yang menggunakannya untuk bermaksiat dan memusuhi-Nya. Masih banyak bukti-bukti akan keingkaran manusia pada nikmat yang diterimanya. Kalau sudah demikian maka jangan menyalahkan Alloh SWT apabila Dia memberikan peringatan pada kita semua.

b.       Pola hidup hedonisme yang seringkali melampaui batas-batas norma agama dan susila.
Dewasa ini manusia tidak hanya senang melakukan dosa tapi manusia juga terkadang merasa bangga dan senang memamerkan perbuatan dosanya pada orang lain. Manusia selalu ingin mendapatkan pengakuan dari orang lain tentang kesombongan dan perilakunya. Hilangnya rasa malu melakukan dosa dan kesalahan merupakan pangkal dari dosa-dosa lainnya. Seharusnya kita semua mau memahamai intisari dari sebuah Hadist Kudsi berikut “Apabila manusia sudah tidak punya rasa malu melakukan perbuatan dosa maka Alloh juga tidak akan malu menurunkan azab-Nya”.

Maraknya kemaksiatan dan kejahatan yang terjadi di sekitar kita serta hilangnya sifat amanah pada manusia merupakan fenomena yang tidak terbantahkan. Belum lagi perilaku para pemimpin dan elit politik yang selalu mementingkan diri sendiri. Bila kita renungkan dengan nurani yang bersih akan terpapar dengan jelas bahwa bencana-bencana yang datang silih berganti sepertinya berbanding lurus/sejajar dengan kemaksiatan yang ada.

c.           Hilangnya Ruh kebaikan dan munculnya sifat kemunafikan pada manusia.
Perbuatan baik yang dilakukan manusia seringkali kehilangan ruh dan motivasinya. Menolong orang lain merupakan anjuran agama, tapi tidak sedikit yang melakukannya tidak dengan ketulusan justru dengan syarat-syarat yang bahkan menghilangkan nilai ibadahnya. Selain itu, menolong juga dilakukan karena ingin mendapat popularitas dan dipuji, mengharapkan balasan lebih bahkan sering sebagai tipuan untuk menguasainya. Memberikan nasehat yang baik merupakan tindakan terpuji dan perintah agama, tapi banyak manusia yang hanya bisa mengatakannya tanpa pernah melakukannya. Sifat-sifat kemunafikan sering kali menjadi pemanis bibir dan bahkan sudah menjadi budaya dalam kehidupan. Padahal dalam Firman-Nya Alloh SWT menegaskan “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak perbuat? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan” (Q.S. As-Shaff Ayat 2-3) Kemudian pada ayat yang lain Alloh SWT memberikan peringatan ; “Kabarkanlah pada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapatkan siksaan yang pedih“ ( Q.S. An-Nisa ayat 138).

Terjadinya bencana demi bencana seharusnya membuka mata hati dan pikiran kita. Kita harus membacanya dengan kesalehan sebagaimana yang diperintahkan Alloh SWT dalam surat Al-Alaq. Melalui surat yang pertama turun tersebut, Alloh SWT memerintahkan kita untuk membaca ; membaca tanda-tanda alam, membaca akan kekuasaan dan keagungan penciptaNya, membaca dengan hati yang tulus akan kekurangan-kekurangan kita bahkan membaca fenomena-fenomena alam yang seolah akan kiamat ini.
Kenyataan yang ada di depan kita sudah seharusnya menjadi bahan untuk introspeksi pada diri kita masing-masing, sejauh mana perilaku kita selama ini. Sudahkah sesuai dengan fitrahnya sebagai hamba Tuhan yang baik..? Sudahkah keprihatinan kita mendorong hati kita untuk mau membantu sesama yang sedang mengalami cobaan dan penderitaan, walau hanya sekedar doa...? Masih ada waktu untuk memperbaiki diri, masih ada kesempatan untuk kita bertaubat dan kembali pada-Nya. Harapan kita semua semoga musibah dan bencana ini segera berhenti dan mereka yang terkena bencana diberikan ketabahan dan kesabaran serta kita yang diposisi aman tergerak hati untuk membantu meringankan beban mereka. Amin Ya Robbal ‘Alamiiiin.

0 komentar:

Posting Komentar

Kami mengajak pembaca untuk berkomentar di artikel ini. Berkomentarlah secara bijak.

Klik Like! : Apakah anda tertarik dengan blog ini?