15 November 2010

Perlu Koordinasi Yang Tepat,

Berantas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)  
            Oleh Komar, SE (Kabid PPA Badan KB dan PP Kab Brebes)
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar mengatakan, “Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia dan merupakan bentuk terburuk dari pelanggaran HAM yang telah meluas dalam bentuk kejahatan yang terorganisir maupun tidak terorganisir, baik di dalam negeri maupun antar negara.” Pernyataan ini dia sampaikan dalam laporan pembukaan Rakornas Evaluasi Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO 2010 yang dihelat di Istana Wakil Presiden pada 30 September 2010. Acara rakornas sendiri berlangsung mulai tanggal mulai 29 September hingga 1 Oktober 2010 di Hotel Horison, Bekasi.
Perdagangan orang biasa dikenal dengan human trafficking. Trafficking adalah segala tindakan yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah atau antar negara, pemindah tanganan, pemberangkatan, penerimaan, dan penampungan sementara atau di tempat tujuan perempuan dan anak-anak; dengan cara ancaman, atau penggunaan kekerasan verbal atau fisik, penculikan, penipuan, memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan. Dalam hal ini, manusia digunakan untuk tujuan pelacuran, eksploitasi seksual, pekerja migran gelap, adopsi anak, pekerja jermal, pengantin pesanan, PRT, industri pornografi, pengedar obat terlarang, pemindahan organ tubuh, serta bentuk eksploitasi lainnya.
Menilik dari definisi di atas, trafficking dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat, dimana tindakan trafficking telah mengabaikan hak azasi orang, mengakibatkan penderitaan fisik, mental, dan sosial. Bahkan, trafficking mengganggu tumbuh kembang dan menghambat masa depan anak. 
Guna lebih mengenali aktivitas trafficking yang mungkin terjadi di sekitar kita, penulis perlu memperinci unsur-unsur pembentuk kejahatan ini. Tindak kejahatan trafficking dibangun dari 3 aspek, yaitu proses, metode dan tujuan.
Disimak dari prosesnya, proses trafficking berlangsung melalui beberapa tahapan, yakni perekrutan, pengangkutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, dan penerimaan.  Oleh karenanya, perlu kehati-hatian terhadap pihak-pihak yang menawarkan perekrutan dan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Modus pengiriman TKW ke luar negeri sekali waktu perlu dicurigai sebagai tindakan trafficking, tidak sedikit modus ini membuat perempuan diperjualbelikan di negara tujuan untuk dijadikan wanita penghibur.
Sementara itu, trafficking dilakukan dengan beberapa metode berbeda. Metode-metode itu dapat berupa: ancaman, kekerasan, penculikan, penipuan, pemalsuan, pemaksaan, kecurangan, serta penyalahgunaan kekuasaan. Adapun tindak kejahatan trafficking umumnya memiliki tujuan diantaranya: eksploitasi prostitusi, kerja paksa, pelayanan paksa, perbudakan, atau bahkan pengambilan organ tubuh.
Maraknya kasus trafficking tak bisa dipungkiri. Sebuah badan dunia, International Organization for Migration (IOM) mencatat jumlah kasus ini yang menimpa Indonesia dalam selang periode Maret 2005 s/d Juni 2010. Tercatat ada 3.785 orang korban TPPO, serta disebutkan urutan sepuluh besar provinsi daerah asal korban dengan jumlah terbanyak. Urutan itu adalah sebagai berikut: Jawa Barat, Kalimantan Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Selatan, dan Banten. Jawa Tengah menduduki urutan keempat, tentunya hal ini memprihatinkan bagi kita. Maka, diperlukan upaya serius agar tidak bertambah panjang daftar kasus TPPO di Jawa Tengah khususnya dan Indonesia umumnya.
Ibu Menneg Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak selaku Ketua Harian Gugus Tugas Pusat TPPO menegaskan, saat ini telah terbentuk Gugus Tugas TPPO di 18 provinsi serta 60 kabupaten/kota. Meski gugus tugas daerah telah terbentuk dan masing-masing telah bekerja, namun masih dijumpai banyak tantangan dalam memberantas TPPO.  Sehingga, Ibu Menteri menambahkan, diperlukan penguatan peran dan jejaring gugus tugas nasional dan daerah dalam pencegahan dan penanganan TPPO itu.
BKBPP Kab Brebes merupakan salah satu elemen dalam gugus tugas pencegahan dan penanganan TPPO. Sebagai sebuah gugus tugas daerah, BKBPP Kab Brebes menyadari bahwa di pundaknya ada kewajiban untuk ikut serta mengusung peran penting ini. Oleh karena itu, BKBPP Kab Brebes, dan seluruh instansi terkait baik pusat maupun daerah harus bekerja dengan serius dan saling berkoordinasi.
Sebagaimana merujuk dari laporan Menneg PPPA di atas, koordinasi antar instansi merupakan kunci penting dalam pencegahan dan penanganan TPPO. Koordinasi yang dimaksud termasuk penyediaan anggaran APBN dan APBD agar dapat berlangsung kegiatan-kegiatan dalam hal pencegahan, pemberian pelayanan, serta pemberdayaan bagi korban TPPO.

0 komentar:

Posting Komentar

Kami mengajak pembaca untuk berkomentar di artikel ini. Berkomentarlah secara bijak.

Klik Like! : Apakah anda tertarik dengan blog ini?